news

Lobi Gita ke AS belum tentu tingkatan expor sawit

Kamis, 28 Februari 2013 | 10:31

JAKARTA - Upaya Menteri Perdagangan Gita Wirjawan untuk melobi Amerika Serikat, Cili dan Kanada dalam forum pertemuan bilateral di acara Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) untuk memasukkan kelapa sawit dalam daftar produk dan jasa yang ramah lingkungan dinilai tidak akan membantu kinerja ekspor kelapa sawit.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan langkah Mendag tidak akan banyak membantu kinerja perusahaan kelapa sawit pada pasar ekspor.

Pasalnya, kata dia, selama ini yang menjadi masalah bukanlah produk sawit Indonesia ramah lingkungan atau tidak. Namun permasalahan muncul pada persoalan nontarif yang dijumpai jika sawit Indonesia masuk di pasar Amerika Serikat.

"Menurut saya upaya perjuangan produk sawit jadi green product hanya akan berpengaruh terhadap tarif, tarifnya jadi nol. Tapi untuk hambatan nontarif apa bisa dihilangkan?" ujar Joko saat dihubungi merdeka.com, Senin (22/4).

Menurut dia, selama ini pengusaha sawit masih terkendala politik dagang yang dimainkan oleh pihak Amerika Serikat untuk menahan produk impor masuk ke negaranya. Joko mengatakan, saat ini kebutuhan paling besar untuk produk kelapa sawit di AS adalah untuk biofuel.

Saat ini, AS menggunakan jagung sebagai produk dasar pembuatan bahan bakar tersebut. Namun, jika sawit berhasil masuk, industri jagung akan tergerus karena sawit impor akan lebih murah dibanding jagung hasil perkebunan AS.

"Masuk ke AS itu mahal, karena berkompetisi dengan minyak mereka," ujar dia.

Sebelumnya produk minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) asal Indonesia belum diakui oleh Negara Paman Sam sebagai produk ramah lingkungan. Environmental Protection Agency (EPA) dalam laporan pada 2011 menyebutkan bahwa industri CPO Indonesia menghasilkan emisi gas lebih dari 20 persen dan ini tidak sesuai dengan komitmen pengurangan emisi gas dunia.

Amerika pula aktor utama yang mendorong banyak negara tidak memasukkan komoditas CPO dalam daftar 54 produk yang mendapat prioritas pengurangan tarif masuk 5 persen di forum APEC. Alhasil produk sawit tidak kompetitif dibanding minyak nabati lainnya.