news

Manfaat Minyak Sawit Bagi Kesehatan, Belum Disadari Masyarakat Awam

Rabu, 10 Juni 2020 | 13:51

JAKARTA – Pernyataan yang menyebutkan bahwa perkembangan industri kelapa sawit menjadi faktor risiko penyebaran penyakit tak menular (noncommunicable diseases/NCD) menuai kritik. Pasalnya, terjadi bias atas pemilihan industri kelapa sawit yang dikatakan mirip dengan industri alkohol dan tembakau, belum lagi ada ketidaktepatan dalam menggunakan metode penulisan ilmiah. Untuk itu, perlu dilakukan pelabelan atas produk minyak sawit dengan atribut green campaign atau kampanye yang mengedepankan sisi kesehatan minyak sawit.

Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan Sachnaz Desta Oktarina mengatakan, sebagai komoditas minyak nabati paling efisien, minyak sawit sangat layak menjadi primadona di antara minyak nabati lainnya. Bisa dikatakan saingan terberat minyak kelapa sawit dari segi harga adalah minyak kedelai, tapi secara keseluruhan tren harga minyak nabati antara satu sama lain menunjukkan kecenderungan tren yang sama. Minyak nabati semakin atraktif setelah mampu menjadi alternatif minyak hewani dengan pertimbangan harga lebih ekonomis dan ancaman kesehatan lebih rendah. Namun di balik itu semua, isu tentang minyak nabati juga semakin berkembang, salah satunya kaitan minyak nabati dengan NCD.

Dia menjelaskan, NCD ditengarai sebagai beban terberat dunia, khususnya empat penyakit kronis yakni kardiovaskular, diabetes, gangguan paru-paru, dan kanker. Salah satu faktor risiko NCD adalah pola makan dengan kadar lemak jenuh, trans fat, dan kolesterol yang berlebihan. “Khusus kaitan minyak sawit dengan NCD masih sangat bisa diperdebatkan. Minyak sawit memang mengandung kadar asam lemak jenuh, tapi jumlahnya seimbang dengan asam lemak tak jenuh atau memiliki rasio almost unity. Keseimbangan jumlah kedua asam lemak tersebut bisa dikonversi menjadi tambahan energi untuk mencukupi kebutuhan nutrisi harian,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Senyawa antiradikal lain di dalam minyak sawit adalah coenzym Q10 atau ubiquinone. Selain sebagai antioksidan, ubiquinone dipercaya mampu mengobati penyakit kardiovaskular dan kanker karena kemampuannnya membantu proses regenerasi dan stabilisasi membran. “Segudang manfaat kesehatan yang dibawa minyak sawit ini membuat temuan artikel di Bulletin of WHO menjadi tidak beralasan bila dibandingkan kedelai sebagai rival terberat minyak sawit, eksternalitas negatif dari minyak kedelai sebenarnya lebih sesuai untuk topik dalam artikel tersebut,” ujar Sachtaz.

Perkembangan varietas genetically modified organism (GMO) kedelai sebagai kompetitor utama sawit seharusnya dipertimbangkan menjadi komoditas faktor resiko NCD. Untuk produk shortening dan margarin, minyak kedelai memerlukan proses hidrogenasi yang berpotensi memunculkan trans fat pemicu kanker. Di celah ini, minyak sawit lagi-lagi bisa memberikan manfaatnya. “Karena itu, perlu dilakukan labelling produk minyak sawit dengan atribut green campaign atau kampanye yang mengedepankan sisi kesehatan minyak sawit,” jelas dia.

Menurut Sachnaz, pelanggan bisa menangkap pesan tagline, seperti bromote social empowerment, free from child labor force, free from animal cruelty, dan free from biodiversity loss. Pelabelan tersebut akan melekatkan atribut altruistic utility konsumen. Sekaligus, menangkis hoaks eksternalitas negatif yang Sering dialamatkan ke minyak sawit. Paket kampanye hijau sawit ini tentu harus diiringi komitmen pemerintah melalui dukungan kebijakan fiskal. Kebijakan terkait bisa diimplementasikan dengan pemberian insentif bagi perusahaan atau petani sawit yang patuh akan tata nilai kampanye hijau,” kata dia. Insentif lain berupa pengurangan tarif ekspor sawit yang tidak hanya memberikan domino effect terhadap hilirisasi kelapa sawit, tapi membangun kesadaran petani terhadap pentingnya aspek lingkungan dan kesehatan.

Sementara itu, Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan Hasril Hasan Siregar menambahkan, kampanye itu dapat menangkis serangan negatif atas minyak sawit. Tulisan dari peneliti PPKS tersebut diharap kan dapat membantu pemerintah dan stakeholders meluruskan, baik langsung maupun tidak langsung, dampak kampanye negatif maupun hitam atas sawit. “Ini tentu sangat mendesak dan segera harus dilakukan. Meski, kita juga bersyukur bahwa pemerintah (Menko dan Menteri) serta pemangku kepentingan, seperti Gapki, GIMNI, Aprobi, dan asosiasi sawit sudah dan terus berusaha mengahadapi kampanye negatif maupun hitam tersebut,” kata Hasril. (eme)

Source GAPKI